Kamis, 05 April 2012

Lebih dari sekedar Reality show (Review Film The hunger games)


The hunger games adalah film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Suzanne collin. Film bersetting masa depan, di sebuah negara bernama Panem. Sebagai hukuman atas pemberontakan yang dilakukan oleh 12 distrik, pemerintah pusat Panem, memilih 1 pria dan 1 wanita berumur 12 – 18 tahun (ditentukan dengan cara undian & dijuluki the tribute) di masing – masing distrik pemberontak untuk ikut kompetisi bertajuk “The Hunger Games”. Para “orang terpilih” ini di lepas dalam sebuah hutan, disana mereka harus bertarung, saling bunuh hingga menaklukan ganasnya alam liar. 

Orang yang terakhir HIDUP,  akan dinobatkan sebagai pemenang, dan dianugrahi berbagai kemuliaan. Uniknya, acara ini dikemas laksana sebuah reality show televisi. Kamera tersembunyi tersebar di seluruh hutan, mengabadikan seluruh gerak – gerik mereka dan disiarkan ke televisi. 
Di tahun penyelenggaraannya yang ke-74, Katniss everdeen (Jenifer Lawrence) secara sukarela menjadikan dirinya “the tribute” distrik 12, menggantikan adiknya yang namanya keluar dalam undian. Bersamanya, terpilih juga Peeta melark (Josh Hutcherson) sebagai wakil laki-laki distrik 12. Berbeda dengan pemerintah pusat yang menyambut meriah acara The hunger games laksana pertandingan sepak bola piala dunia. Penduduk di masing – masing distrik menganggap ini sebagai sebuah vonis mati bagi anak – anak mereka. 
Katniss & Peter pun pergi ke ibu kota Panem, untuk memulai prosesi acara the hunger games. Disini, kita di ajak melihat sebuah alasan klise pemberontakan di masa lalu, kesenjangan social! Distrik 12 yang kaya akan energy (batu bara) sangat jauh terbelakang, kekurangan bahan makanan, bertolak belakang dengan ibu kota Panem, yang megah, canggih dan penuh kemewahan. Disini kita akan melihat congkaknya orang kota Panem, yang menganggap orang daerah sebagai orang bodoh, terbelakang. Pemerintah pusat  Negara Panem juga merasa telah berjasa memberi makan masyarakat di distrik 12, padahal selama ini mereka hidup dengan mengeruk sumber daya distrik 12. Yap... kondisi yang sama seperti Papua- Jakarta.
Team distrik 12
Sebelum dimulai, masing – masing kandidat diberi pelatihan oleh para senior tentang  cara bertarung, cara bertahan hidup, hingga cara mendapatkan simpati penonton. Simpati penonton sangat berguna karena akan menghasilkan  “sponsor” berupa benda apapun (makanan, obat, senjata dll) yang mereka butuhkan selama kompetisi berlangsung. Katnis & Peeta mendapatkan mentor dari Haymitch Abernathy (Woody harelson), Cinna (Lanny kravitz) dan seorang manager nyentrik Effie Trinket (Elizabeth Banks). 
Stanley tucci
Sebelum acara berlangsung, mereka mengikuti serangkaian acara untuk menarik simpati dukungan penonton, laksana acara idol yang biasa kita lihat. Acara dipandu oleh pembawa acara nyentrik Caesar Flickerman yang dibawakan dengan sangat unik oleh (surprise) Stanley tucci. 
Pasangan Katniss – Peeta ini sudah menarik perhatian publik saat muncul dengan pakaian apinya. Katnis dikenal sebagai gadis yang jago memanah, dan spirit “independennya”.. Simpati publik bertambah saat, Peeta menyatakan cintanya kepada Katniss, orang yang harus dia bunuh atau membunuhnya dalam turnamen. Demi meraih simpati penonton, Katnis pun menyajikan sebuah cinta segitiga, dengan seorang pria yang menjaga keluarga Katnis di distrik 12. 
Alhasil hadirlah film dengan kisah cinta remaja ya model-model film twilight, yang rasanya tak cocok dengan usia saya. Tetapi, saya tidak akan menonton film ini jika tidak ada suatu yang menarik. Konsep acara hunger games menjadi alasan utama saya pergi ke bioskop. Alasan kedua yang membuat film ini tampil lebih baik dari Twilight adalah semangat memberontak!.
Semangat yang kusuka adalah “walau mereka tidak mungkin melawan system yang ada, tapi mereka menolak jalur hidupnya ditentukan orang lain”
“…. I just keep wishing I could think of a way to show them that they don’t own me. If I’m gonna die I wanna still be me”
Peeta - Katnis - Gale
Peserta hunger games ini datang dengan semangat seakan menjalani vonis mati, mendadak berubah menjadi monster yang buas karena system mengatakan mereka harus seperti itu. Akhirnya semangat ini membawa mereka membuat sejarah baru dalam turnamen “The hunger games” Semangat inilah yang juga akan membawa saya kembali bioskop di 2 sekuelnya. 
Mengapa saya suka semangat ini? karena kita hidup dengan masyarakat yang tak pernah berhenti mengatur bagaimana kita harus hidup. Mereka mengatur kapan kita harus menikah, menentukan kita harus punya benda apa untuk bisa keren(gadged, mobil, dll), dan lain sebagainya. Tatanan ini membuat banyak orang menjadi buas memenuhi ambisinya masing – masing. Banyak orang yang justru merasa hidupnya berhasil jika telah menjalani system orang lain, lalu dengan congkaknya mentertawakan dan menganggap gagal orang – orang yang tidak melakukan cara hidupnya ….. bagiku itu sungguh menyedihkan.
Tanpa spirit memberontak, saya tak akan beri nilai film the hunger games ini 3,5 dari nilai max 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar