Kamis, 30 Agustus 2012

Cerita cinta nan imut & unyu (Review film Seven Something)


Saya pernah menulis, bahwa menonton film Thailand itu seperti  menonton film Indonesia dengan bahasa yang aneh. Film Thailand memiliki alur, teknik pembuatan, actor & aktris nya hingga kondisi perfilmannya tak jauh berbeda dengan Indonesia. Sayangnya film Thailand sekarang sudah mulai meninggalkan Indonesia. Mereka membuat film tak hanya memuaskan pasar (seperti film Indonesia dengan setan & komedi kancrutnya) mereka mulai berani membuat film yang berbeda, atau film pop yang dibuat serius. Lebih iri lagi, penontonnya pun support dengan kondisi ini. Dunia mulai mengenal Thailand dengan film horror “The eye”, kemudian terpukau dengan film laganya melalui “Ong bak”, kini mereka mencoba menyaingi komedi romantis ala Korea.

Akhir – akhir ini film komedi romantis Thailand (juga Indonesia) rata-rata tak pernah terlepas dari pengaruh Film Korea. Dari mana? Simak dandanan actor – aktrisnya yang menterjemahkan tampil keren = imut dan unyu,  adegan romantis yang bertele-tele (lebay),  dan eksploitasi emosi belebihan. Tak salah juga saat sebuah film menggunakan formula ini, tetapi formula seperti ini tak cocok untuk orang – orang berumur, seperti saya.  Karena itulah, saya mengosongkan ekspetasi untuk menyaksikan film komedi romantic Thailand berjudul seven something, lagi – lagi saya salah…

Tujuh tahun adalah waktu yang dibutuhkan oleh planet neptunus untuk mengitari matahari. Sebagian orang percaya bahwa Planet Neptunus berpengaruh pada kehidupan percintaan orang di bumi, sehingga tiap 7 tahun kehidupan percintaan kita berubah. Film seven something mengkisahkan 3 cerita cinta berdasarkan teori neptunus dalam 3 segmen.

Puan & Milk
Segmen pertama berjudul like 14. Film yang disutradarai oleh Pawen Parijtipanya, berkisah tentang hubungan 2 murid SMA di tengah dunia social media. Bagi Puan (Jirayu La-Ongmane) social media adalah dunianya. Puan mengungkapakan perasaannya, menciptakan karya,  menceritakan kehidupannya serta berhubungan dengan orang lain melalui social media (facebook, twitter, you tube, blog,  skype, dll). Hal ini membuat Puan menjadi orang yang haus popularitas. Baginya, sukses adalah saat karyanya di you tube dilihat ribuan orang. Kegilaanya ini membuatnya mulai mengunggah video yang awalnya ditujukan hanya untuk kekasihnya Milk (Suthatta udomsilp). Tak disangka ribuan orang menyukainya, kecuali Milk, kekasihnya sendiri. Dari segi cerita, segmen “like 14” jelas bukan genre saya tetapi film ini disajikan dengan sinematografi tak bisa, editing cepat ala david fincher di social network & mengeksploitasi hal-hal kecil yang sangat menarik & mendukung cerita seperti ala Guy Ritchie ditambah music futuristic ala trent reznor, membuatku sangat betah untuk menunggu jawaban pertanyaan Milk: tentang siapa yang Puan pilih social media atau dirinya ?

Jon & Mam
Segmen kedua berjudul 21/28 di sutradarai oleh Adisorn, film ini berkisah tentang 2 bintang film yang sudah mulai redup. Mam (Chris horwang), aktris yang masih berusaha kembali ke masa kejayaanya dulu dengan berbagai sensasi yang dia ciptakan. Sedangkan sang pria Jon (Sunny suwanmethanont)  sudah “menyerah” dan menikmati hidupnya sebagai seorang diver di sebuah Sea world.  Hingga datanglah sebuah tawaran “come back” melalui sekuel film yang dulu membuat mereka berdua menjadi bintang sekaligus menjadikan mereka sebuah pasangan. Upaya keras Mam merayu Jon disajikan dengan selingan cerita flash back masa lalu mereka. Scene demi scene sukses mengajak saya merenung tentang jenis cinta seperti apa yang timbul pada 2 orang yang menghabiskan waktunya untuk bertengkar, sambil menjawab pertanyaan : “(setelah apa yang mereka alami) bisakah kita kembali bersama ?”. Cerita pada segmen ini sudah cukup sesuai dengan usia saya, tetapi justru paling tidak bisa dipahami para ababil. (sedikit berandai) Segmen film ini akan jauh berkesan jika sang 2 bintang utamanya dibiarkan putus. Waktu 7 tahun seharusnya sudah cukup untuk mereka pahami mereka tak mungkin bisa bersama, lah keinginannya saja beda.  Btw apakah Jon di segmen ini dimainkan oleh 2 orang ya, beda banget?

Jira & Marathon man
Segmen ketiga film ini berjudul 42.195, berkisah tentang Jira malikul (Suquan bulakul), seorang wanita yang sering tampak “sedih gak jelas”. Jira tertarik berlatih marathon gara – gara seorang pemuda imut – imut menabraknya di sebuah taman (Nickhkun 2PM). Film ini jadi jembatan penonton tua dan muda tentang sebuah percintaaan antar usia. Cerita yang awalnya sederhana, menjadi begitu sangat kompleks saat sang sutradara memberikan flash back membuka satu persatu luka kehidupan Jira malikul, dengan cara yang sangat halus. Tak disangka sebuah lomba Marathon bisa jadi rangkaian jawaban pertanyaan : “Apakah move on dengan daun muda adalah sebuah ide bagus ?” (yang sebetulnya tak dijawab dengan elegan juga sih). Alih – alih mengikuti kisah cintanya, film ini justru mengingkatkan tantangan seorang teman untuk ikut triathlon, padahal aku tak kuat berlari sedikit pun hahahaha. Mungkin saya butuh seseorang yang imut dan muda untuk jadi penyemangat seperti film ini, anyone?

Nilai 3,5 dari nilai max 5
Seven Something dalam bahasa Thai

Dunia para pemimpi (Review film Perahu Kertas Part 1)

Saya mengenal Dee lestari sebagai penulis novel dengan cerita yang tak biasa dipahami orang awam, sebut saja trilogy Supernova. Ketika salah satu novelnya yang berjudul perahu kertas akan diangkat ke layar lebar, saya menjadi pesimis hasil akhirnya. Saya membayangkan betapa anehnya melihat para aktor-aktrisnya mengucapkan dialog dalam novelnya yang tak lazim menggunakan kalimat sehari-hari, penuh mimpi dan…., tetapi saya salah besar :

Kugy (Maudy ayunda) tumbuh dalam fantasi sebuah buku pemberian kakaknya karel  (Ben Kasyafani). Sebuah buku yang menurut kakaknya merupakan temuan dari sebuah kotak harta karun milik Neptunus dewa laut. Sebagai agen Neptunus, dia mempercayai punya radar yang bisa mencari apa yang ia inginkan. Kugy memiliki kebiasaan untuk menuliskan semua curahan hatinya dalam sebuah kertas yang kemudian dibentuk sebuah perahu dan dilepaskan dalam sungai berharap muara sungai itu menuju laut dan Neptunus bisa membacanya. Hidup dalam fantasinya membuat Kugy terlihat berbeda dengan teman-teman sebayanya.

Radar Neptunus
Hingga saat kuliah Kugy pindah dari Jakarta ke bandung, bersama sahabatnya Noni (Sylvia fully R) & Eko  (Fauzan smith). Di sana dia bertemu sepupu eko bernama Keenan (Adipati Dolken). Kugy & Keenan ini terlihat sebagai pasangan sempurna, kugy suka menulis dongeng, sedangkan Keenan memvisualisasikan apa yang kugy tulis dalam gambar-gambar kartun. Kugy merasa nyaman dengan Keenan orang yang membuatnya merasa tak takut untuk memiliki mimpi, hingga Kugy menasbihkan Keenan sebagai  agen Neptunus. Hubungan Kugy-keenan ini tak bertahan lama, karena mereka tersadar tak bisa bersama, Kugy sudah memiliki pacar  & Keenan memulai hubungannya dengan seorang pekerja gallery, Wanda (Kimberly rider).

Seiring bertambahnya waktu perasaan Kugy terhadap Keenan membuatnya sulit berbaur dengan sahabat-sahabatnya di geng pura-pura ninja dan menghabiskan waktunya mengajar di sebuah sekolah alam. Alhasil hubungannya dengan sahabatnya kian  retak. Perpisahan terjadi saat Keenan yang sudah terlanjur memilih berhenti kuliah untuk melukis menghadapi kenyataan, bahwa “sukses” yang ia dapat hanya akal-akalan Wanda. 

Keenan yang kehilangan kepercayaannya terhadap mimpi, membuat kugy marah besar dan meninggalkannya. Keenan berusaha bangkit menemukan mimpinya lagi, pergi ke bali dan tinggal di sebuah sanggar lukisan milik Pak wayan (Tio Pakusadewo). Disana dia bertemu dengan Luhde (Eliyzia Mulachela) yang membibimbingnya menemukan “lukisannya”.

Tambatan hati Kugy juga beralih, dari pacara masa SMAnya kepada bos barunya di sebuah perusahaan advertising (Reza rahardian). Di saat itu, dia kembai dipertemukan oleh Keenan. 

Film perahu kertas memang diluar ekspetasi saya, film ini tidak kehilangan bahasa sastranya, tidak meninggalkan dunia fantasinya, tetapi tampak realistis seperti layaknya kita menjalani kehidupan kita sehari – hari. Cukup beruntung Kugy & Keenan punya Noni dan eko yang bisa jadi jembatan dunia mimpi mereka dengan realitas sehari-hari, walau kadang-kadang di beberapa scene 2 karakter ini cukup mengganggu.

Film Perahu kertas mengalir ringan seperti layaknya novelnya, cukup menggangu untuk penonton awam yang berkeyakinan bahwa film harus punya intensitas tinggi. Walau pembaca novelnya merasa alurnya mengalir terlalu cepat, tapi bagi saya yang bukan pembaca novel, alur film sudah berjalan pada kecepatan normal. Sang sutradara, Hanung Bramantyo cukup sukses membuat saya memahami dunia miliki Kugy & Keenan, dan bagi anda seorang pemimpi anda akan dibuat jatuh cinta pada 2 karakter ini. 

Kugy & Keenan telah berhasil menjadi “roh” di awal bagian pertama film. Sayangnya bintang senior hanya tampak jadi tempelan ataukah punya ruang lebih di bagian kedua yang dijanjikan punya twist yang  sedikit berbeda dengan buku?. Ah namanya juga film membandingkan dengan buku akan membuat kita stress sendiri (ini kata penulisnya loh). Duduk dan nikmati dunia para orang yang menjalani hidupnya dengan sebuah mimpi….. dan terus terang saya masuk dalam salah satunya.

Nilai 3 dari nilai max 5

Minggu, 26 Agustus 2012

Reuni Jagoan Film tahun 80-90an (Review Film The expendables 2)

Era “film jagoan” dengan kekuatan otot boleh lewat digantikan para superhero dengan kekuatan visual effect (bedanya dimana ya?),  Tetapi para jagoan tahun 80 – 90 an tetap menjadi legenda di benak para penggemarnya. Simak saja di twitter siapa saja referensi pria sejati jagoan mereka? Nama-nama seperti Chuck Norris, Stalone, Bruce Wills, Arnold, Jet Li masih muncul. Lalu apa jadinya jika para legenda ini berkumpul di satu film, untuk kedua kalinya.

Cerita melanjutkan film pertama mereka tentang para jagoan tua yang menjadi tentara bayaran. Dikepalai oleh Barney ross (Sylvester stallone), geng ini punya 5 anggota lain yaitu, si jagoan tangan kosong Yin Yang (Jet li), ahli bermain pisau Lee Christmas (Jason statham), specialist senjata berat Hale caeser (terry crews), spesialis penghasil ledakan Toll road (Randy Couture) & si aneh Gunnar Jensen ( Dolph lundergren), eh masih ada pendatang baru dengan wajah paling imut (halah … kok tahu cowok imut?) sniper, Billy the kid (Liam Hemsworth, btw ini bukan hemsworth yang main di film Thor & The avengers). Sebenarnya percuma saya mengenalkan nama tokoh di film ini juga menceritakan alur cerita film ini. 

Aksi pertama mereka adalah dengan membebaskan seorang milyuner asal cina yang ditawan tentara Nepal, melalui serangkaian adegan tembak-tembakan yang sangat tidak seimbang menghiasi awal film. Walau tim expendables ini cuma berenam, mereka bisa menang melawan ratusan tentara Nepal. Gimana nggak menang, wong rentetan tembakan tentara Nepal, selalu dibalas dengan satu tembakan besar dari sang jagoan. Hingga Barney dkk mendapatkan “bonus” pembebasan tawanan lain, si Trench (Arnold schwazenegger).

"Cak Norris"
Cerita bergulir dengan misi selanjutnya, dimana sebuah pesawat dengan peta rahasia jatuh di albania. Lalu kelompok jagoan kita mengawal seorang ilmuwan wanita Maggie (Yu nan) yang bisa memecahkan sandi peta tersebut. Ternyata di pesawat itu menunggu gerombolan pencari plutonium, dikepalai oleh Jean villain (Jean-Claude van damme) dan asistennya Hector (Scott Adkins). Lalu? Bisa ditebak terjadilah adegan kejar-kejaran seru antar 2 kelompok tentara bayaran ini hingga Bulgaria. Sebenarnya gak imbang, karena kelompok jagoan kita ini punya banyak penolong. Selain si mister will be back (Arnold), juga ada ada mister yippie kay yay (Bruce wills) dan sang Master Booker (Chuck Norris). Sekedar catatan perhatikan scene yang melibatkan Arnold Scwazeneger dengan semua cast film ini, mereka sepertinya tidak dalam satu scene.

Yeah…. bagi pecinta film laga tahun 80a -90an film ini  bisa jadi ajang reuni jaman muda mereka (including me). Film ini penuh dengan adegan dan dialog “legendaris” yang tampil menggelitik membuat  para pecinta film aksi jadul “menggelinjang” dari awal hingga akhir film. Untuk menonton film ini lupakan cerita, lupakan logika.. cukup nikmati aksi jagoan kita yang entah berapa kali sukses membuatku terjungkal dari tempat duduk.

Mr. Will be back - Rambo Mr. yippie kay yay
Pertanyaannya : film ini cukup memuaskan dahaga anak tahun 80 – 90an, tapi bisakah dinikmati oleh anak jaman sekarang? Terlebih film-film laga saat ini sangat memperhatikan logika, sedangkan realistis film the expendables 2 ini tampak jauh dari sempurna. Film laga jaman sekarang juga selalu bertabur visual effect macam The Matrix hingga koreografi ciamik macam the raid dan lagi-lagi The expandles 2 jauh dari itu. Bahkan saya cukup yakin Mad dog akan tertawa guling-guling melihat pertarungan tangan kosong Van damme vs. Stallone di akhir film. Sesuai saran Jason statham di akhir cerita stalone harusnya mulai berfikir untuk belajar bela diri tangan kosong, minimal ajaklah cast dari film The Raid.

Nilai : 3 dari nilai max 5


Memahami kegilaan Marilyn Monroe (Review film My week with Marilyn)


Tahukah kalian perbedaan cara kerja insinyur dengan seniman? Yang satu bekerja berdasarkan target, yang satu bekerja berdasarkan mood. Karena alasan itu, sulit bagi kita orang awam untuk melogikakan jalan kerja seniman (hey menulis itu juga pekerjaan seniman loh), apalagi seniman bernama artis. Mungkin ini yang bisa menjelaskan kelakuan aneh Marilyn Monroe di film my week with Marilyn. Cerita film ini diangkat dari 2 buku karya Collin clark The prince, the showgirl, and me  dan My week with Marilyn. Buku ini menceritakan pengalaman penulisnya saat menjadi salah satu crew film the prince & the showgirl (1957) yang dibintangi Marilyn. 

Collin clark (Eddie redmayne) adalah seorang pemuda yang terila-gila dengan film. Ayahnya yang seorang sejarawan tak begitu mendukung keputusan anaknya untuk pergi ke London dan merintis karir di dunia film. Nasib baik didapat clark, dia bekerja sebagai seorang assisten sutradara sekaligus actor utama  Laurence oliver (Kenneath branagh) untuk film The prince & the show girl. Film ini dibintangi pula oleh seorang aktris besar Hollywood masa itu Marilyn Monroe (Michelle Williams), dan seorang aktris senior Inggris Sybil thorndike (Judi dench).

Kedatangan Marilyn Monroe ke Ingris mendapat sambutan hangat media & fansnya. Dia disambut bak seorang legenda (but it was) karena ini memang syuting pertama kalinya di Inggris. Marylin datang ke Inggris bersama suaminya yang ketiga seorang penulis Arthur miller (Dougary scott), rekan bisnisnya  Milton H Greene (Dominic cooper) & guru aktingnya Paula strassberg (Zoe wanamaker). Semua berjalan rencana hingga mereka menyadari bekerja dengan Marilyn Monroe seperti bekerja dalam neraka.

Marilyn Monroe bekerja berdasarkan berdasarkan moodnya, beberapa kali crew film harus menunggu lama untuk menunggu kedatangannya di lokasi syuting, bahkan tak jarang mereka menunggu hal yang sia-sia. Marilyn sendiri seperti tak menemukan roh karakter yang dibawakannya, sering lupa dialog dan tiba-tiba saja pergi dari lokasi syuting. Keadaan diperparah saat Marylin lebih percaya pelatih aktinganya Paula dari pada sutradaranya. Hal ini membuat sang sutradara dan seluruh pekerja film menjadi frustasi.

Singkat kata Collin clark diutus untuk mendekati Marilyn dan mencari tau apa yang terjadi. Di waktu bersamaan saat miller, suami Marilyn pulang ke Amerika. Tak disangka hubungan Marilyn & Clark menjadi sangat “mendalam”. Collin clark mendapati dibalik gemerlap kehidupan Marilyn Monroe, dia adalah seorang yang sangat-sangat rapuh, dan menderita atas segala ketenaran yang dia dapat. Di sisi lain, “hubungan” dengan Collin clark, justru membuat Marilyn menemukan karakternya untuk film, dan syuting bisa berjalan kembali dengan sangat lancar.

Film ini laksana panggung tunggal untuk Michelle Williams, yang nyaris sempurna menghadirkan sosok Marilyn Monroe, yang tampil atraktif di luar & penuh kegalauan di dalam. Michelle sangat mempelajari detail Marilyn Monroe, termasuk cara dia berjalan, bergerak, berbicara, menari, menghadapi media & fans hingga … (sensor). Setiap scene saya hampir tak memperhatikan actor/aktris lainnya dan hanya menunggu apa yang Marilyn eh Michelle Williams lakukan setelah ini. Pantas aktris ini diganjar nominasi oscar 2012.

Emma watson
Selain Michelle, ada beberapa karakter yang perlu dicatat kehadirannya. Kenneath branagh  & Judi dench memang tak kehilangan auranya, tapi rasanya porsinya sangat kecil di film ini, lagi-lagi karena saya gagal mengalihkan perhatian dari Michelle williams. Emma Watson tak bisa melepaskan karakter Hermione di karakarter Lucy, crew costume yang “diduakan” Collin Clark. Penampilan Emma di film ini bisa mematahkan hipotesaku yang memprediksi, dia bakalan jadi “the next best thing” di film komedi romantis.

Entah mengapa, selama menyaksikan film ini, benak saya tak bisa berpaling dengan Syahrini, dan juga banyak artis kontroversi lainnya. Memang banyak artis yang menciptakan kontroversinya untuk mendongkrak karirnya, lalu menjadi “sakit” atas ketenaran dan popularitas yang mereka dapat seperti Marilyn Monroe. Film My week with Marilyn telah berhasil merubah merubah sudut pandang saya atas jambul Syahrini, dari yang mentertawakannya menjadi merasa iba, & ingin mengirim ke seorang psikiater handal, agar tak menderita seperti Marilyn Monroe.

Nilai : 2,5 dari nilai max 5