Senin, 03 Desember 2012

Tweet mu Harimau mu (Review film #republiktwitter)


Penulis besar Enest hemmingway pernah menerima tantangan untuk membuat karya sastra dalam 6 kata, maka dia mengambil serbet dan menulis : ” Dijual: sepatu bayi belum pernah digunakan”. Siapa sangka 6 kata ini bisa berkembang menjadi puluhan alur cerita dengan berbagai genre di tangan banyak orang. Saat ini kita punya media yang memungkinkan kita menulis kisah dalam 140 karakter dengan efek yang lebih besar dari yang dilakukan Ernest hemmingway.
Dilaunching pada tahun 2006, Saat ini Twitter digunakan oleh lebih dari 300juta orang di dunia. Twitter seakan menjadi sebuah bukit salju, dimana di puncaknya semua pengguna twitter berlomba menggulirkan bola salju melalui 140 karakter. Bola - bola kecil salju ini sebagian menggelinding menjadi sebuah bola salju raksasa yang siap melahap apa saja, sebut saja revolusi di Timur tengah. Sebagian berhasil, sebagian besar lainnya hanya omong kosong belaka. Twitter telah menjadi semacam dunia baru, mereka menggunakannya untuk  bergaul, berdiskusi, mencari relasi, menyampaikan ide, protes, berdebat, mencari dukungan, hingga menemukan cintanya, dan lain sebagainya. Hal ini yang coba ditangkap film #republiktwitter

Film ini bercerita tentang orang-orang seperti saya, sebagai bagian dari generasi menunduk. Orang-orang yang dimanapun, kapanpun, melakukan apapun selalu menunduk memantau timeline twitter dari telepone genggam mereka. Sukmo (Abimana arya) seorang mahasiswa semester akhir pergi ke Jakarta sebagai “misi” membangun komitmennya. Di Jakarta dia bertemu teman twitternya, seorang jurnalis muda bernama Hanum (Laura basuki). Akrab di twitter, ternyata tak membuat Sukmo bisa mulus menjalin hubungan nyata dengan Hanum, dia tak cukup PD mengingat Hanum terlihat lebih seperti "orang Jakarta" dari pada penampilannya di twitter, yang apa adanya.
I love this picture
Selain bertemu dengan gadis twitternya, Sukmo ke Jakarta untuk menemui rival #twitwar nya Belo harahap (Edi oglek). Dia bergabung dengan tim yang dibentuk Belo untuk menjalankan sebuah project yang diberikan seorang misterius bernama Kemal pambudi (Tio pakusadewo). Tugas tim Belo untuk menjadikan seorang pengusaha Arif cahyadi menjadi trending topic, melalui akun-akun twitter palsu yang mereka buat. Di waktu bersamaan Hanum sedang mengalami krisis karir, dan Sukmo pun memberinya bahan investigasi dari project yang dia jalani. Tak disangka ternyata investigasi yang dibuat Hanum justru punya efek besar dan menjadi titik balik mereka.
Film #republiktwitter menghadirkan potret kekacauan sebagai efek dari sebuah permainan 140 karakter di twitter. Sayangnya film ini terlalu ambisius menghadirkan semua hal di twitter sampai melupakan cerita utama yang tidak tergali sama sekali. Film ini tak ubahnya twitter, tampil laksana terbatasi 140 karakter atau seperti karya 6 kata Ernest Hemmingway. Sayangnya media layar lebar bukan media yang tepat menyampaikan ini. Film #republiktwitter jadi tampil dengan bahasan luas tanpa pendalaman. Berbeda dengan karya 6 kata Ernest, film ini justru menutup imajinasi penonton dengan memberikan ending “seadanya dan kebetulan" disetiap konflik yang ditimbulkannya. Sangat sayang sekali padahal film ini punya banyak celotehan menggelitik ala twitter.
Film ini didukung aktor-aktris potensial, yang (lagi-lagi) sayangnya tidak termanfaatkan dengan baik, sebut saya Tio pakusadewo, dan juga mantan saya yang masih terlihat cantik Laura basuki (errrrrr......). Kita diperkenalkan seorang jurnalis, tetapi kita tidak pernah diajak mengetahui bagaimana dia mencintai pekerjaannya. Deaktivasi akun Kemal pambudi di puncak film justru jadi anti klimaks kemisteriusan karakter yang sebenarnya sudah dimainkan secara apik oleh Tio pakusadewo. Saya juga tidak merasakan chemistry sama sekali antara Sukmo dengan Hanum (kalo ini factor subyektif, melihat mantan saya  bersama orang lain #eh).
Saya sendiri sering bermasalah dengan status-status facebook dan twitter yang saya tulis, yang mereka anggap tak penting, tabu, tak layak dibicarakan umum, dll. Saya akui beberapa tweet saya memang kebablasan, saya lupa ada besarnya corong social media yang sangat memungkinkan sampainya berita ke tangan yang belum siap menerima berita itu. Padahal….. (lah kok malah curhat sendiri). Akhirnya, mengutip sebuah tweet dari seorang teman, ditengah derasnya social media kita jadi sering melupakan teknik terbaik dalam menyampaikan masalah yaitu : berbicara secara langsung.

Nilai : 2 dari nilai max 5.

1 komentar: