Sabtu, 15 Desember 2012

Film anak-anak atau film horor? (Review film Frankenweenie)

Bagi Victor Frakenstein (diisi suara oleh Charlie tahan) hidupnya adalah untuk menciptakan sesuatu, Bocah yang seharusnya menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang bersama temannya justru sangat gandrung akan segala hal yang berbau science & technologi, bahkan dia sudah bisa membuat film 3D sendiri. Victor tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah kota kecil bernama New Holland.  Kegandrungan Victor akan penemuan makin menjadi saat gurunya Mr. Rzykruski's (busyet namanya konsonan semua, diisi suara oleh martin landau), menantang murid-muridnya untuk memenangkan piala science fair yang jadi prestise tertinggi di kota itu. Alhasil semua teman-teman Victor pun terpacu menemukan hal baru.

Kondisi sebaliknya justru dirasa kedua orang tua Victor (diisi suara oleh Catherine o’hara & Martin short) merasa cemas anaknya semata wayangnya terlalu tergila-gila dengan science hingga melupakan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Walau dikenal sebagai anak terpandai dikelasnya, Satu-satunya teman yang dimiliki Victor adalah Sparky anjingnya. Hingga suatu kecelakaan membuat victor kehilangan sparky.

Atas ide guru sciencenya yang punya banyak konsonan ini Victor membangkitkan sparky dengan aliran listrik dari kilat. Idenya berhasil membangkitkan anjingnya dari kematian. Hingga persaingan memenangkan kompetisi science fair membuat teman-teman victor mencuri mentah-mentah ide victor, dan mereka justru menciptakan monster yang menyerang kota kecil tempat tinggal mereka.

Film Frankenweenie sebnarnya adalah film pendek yang dibuat tahun 1974. Walau mendapat pujian dimana-mana film ini enggan dilirik studio besar untuk diangkat ke versi panjang. Film ini dinilai terlalu “nanggung”, maksudnya film ini terlalu gelap untuk tayangan anak-anak, tetapi terlalu cheesy untuk tayangan “horror gothic”. Disney yang akhirnya memuluskan ide Burton membawa film ini ke versi film panjangnya, sebenarnya juga ragu, film ini harus mengalami penundaan penayangan hingga 1 tahun. Alih-alih memperjelas segmennya, film ini tampil dengan format stop motion hitam putih yang memperkuat nuanasa gothic, tetapi masih menceritakan kehidupan dari view anak-anak. Film ini jadi film stop motion yang dirilis dalam format 3D. berhasil ? hasil box office lumayan. Dengan budged US$ 39 juta film ini sudah mengantongi lebih dari US$ 60 juta. 

Saya mencoba sedikit test case dengan mengajak 2 keponakan saya untuk menonton film ini. Menurut keponakan saya yang SMP, film ini ingin tampil menakutkan tapi justru hasilnya tidak ada seram-seramnya sama sekali. Keponakan saya yang masih TK merasa film ini terlalu “seram” untuknya. Mungkin hanya saya yang menikmatinya. 

Lagi-lagi Tim burton berhasil menampilkan genre baru, setelah telenovela gothic, kini muncul drama gothic anak-anak. Nuansa horror dibangun berdasarkan karakter yang seharusnya tampil cerah, simak saja teman-teman victor, seperti Elsa van helsing (diisi suara oleh Winona ryder), atau edgar yang lebih mirip monster dari pada anak SD, simak karakter yang lebih mirip seorang monster, atau gadis aneh yang selalu membawa kotoran kucing. Burton rupanya ingin mengabdikan karakter-karakter horror pujaanya dalam karakter-karakter di film ini.

Seperti film Burton sebelumnya, dia mengajak Danny elfman untuk membuat scorenya. Lagi-lagi Danny berhasil menghadirkan music gothic yang berhasil membangun suasana. Tak hanya bermain pada karakter & teknis, Tim burton juga seakan menghadirkan hipotesa bahwa science tanpa kontrol sosial itu horor, dan kontrol sosial yang terlalu menghakimi juga lebih horor. Akhirnya walau hadir secara segmented, tetapi aku menyukai film ini.

Nilai: 3 dari nilai max 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar