Minggu, 24 Juni 2012

Drama sepak bola Indonesia (Review film Garuda di dadaku 2)

Pertama kali melihat film Garuda di dadaku di tahun 2009 melalui layar lebar musim liburan sekolah. Sebuah film dengan konflik dan alur sederhana, mengalir penuh “kesenangan” akan sepak bola. Film ini tak diduga menembus 1 juta penonton, mengusik sang produsernya membuat sekuelnya. Hingga di tahun 2011 munculah film Garuda di dadaku 2. Film ini tak sempat saya tonton di layar lebar, hingga hari minggu lalu sebuah stasiun TV menayangkan perdana film ini di layar kaca. Rudi soedjarwo (Ada apa dengan cinta) di dapuk menjadi sutradara Garuda di dadaku 2 menggantikan posisi Ifa isfansyah (sang penari), dengan penulis scenario tetap dilakukan oleh Salman aristo (laskar pelangi).

Kali ini, Bayu (Emir mahira) sudah bergabung di Timnas Indonesia U-15 dengan predikat sebagai kapten tim. Sayangnya tim Bayu ini tak kunjung menang, hingga akhir hayat sang kakek, Bayu belum pernah merayakan kemenangan satu pun. Campur tangan pengurus, politisasi sepak bola, pergantian pelatih secara mendadak, popularitas dan lain sebagainya campur aduk di dalam kubu timnas seakan menyentil kondisi timnas saat ini. Bayu sendiri, mengalami masa sulit, Latihan sepak bola yang begitu keras, beban tugas sekolah yang memberatkannya, hubungan buruknya dengan sahabatnya Aldo, munculnya Yusuf, saingannya di timnas, hingga sang ibu yang membawa sosok “ayah” baru di rumah, membuat bayu frustasi, hingga kejuaraan Asean U-15 datang.

Berbeda dengan seri awalnya Film garuda di dadaku 2 hadir penuh konflik. Bayu yang awalnya dihadirkan dengan karakter sederhana, mendadak sekarang harus menghadapi banyak masalah yang melibatkan bakatnya, ego, dan perasaanya. Tak cukup banyak konflik, film ini juga memberikan bumbu “kisah cinta”. Saking padatnya beban cerita, para pemain bermain tak sebebas di seri awalnya, karena mereka dituntut berakting lebih serius. Penampilan Ramzi yang berusaha mencairkan ketegangan acting bayu dan Aldo (Aldo tansani) seperti di seri awalnya tak kunjung berhasil, untungnya film ini masih punya nilai plus.

Perlu di acungi jempol adalah upaya menghadirkan drama olahraga di tengah lapangan. Saya pernah memuji, film tendangan dari langit yang menghadirkan 1 drama pertandingan, dan ternyata film Garuda di dadaku 2 malah menghadirkan 6 pertadingan ! (CMIIW). walau tidak istimewa, tetapi hasilnya sudah cukup bagus. Dengan menghadirkan 6 pertandingan di lapangan, seharusnya film ini tak perlu dijejali banyak konflik lagi, khan jadi berat melihatnya.

Nilai : 2,5 dari nilai max 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar