Minggu, 03 Maret 2013

Rectoverso; kisah-kisah cinta yang tak tersampaikan

Indonesia dibanjiri film-film adaptasi buku, kali ini dalam bentuk film omnibus. Rectoverso, sebuah omnibus  yang diambil dari kumpulan cerita pendek karya Dee lestari. Filmnya sendiri mengambil 5 dari 11 cerita pendek yang ada dibuku, dengan mengambil tema; cinta yang tersampaikan. 

Untuk yang belum tahu, omnibus adalah film yang terdiri dari beberapa film pendek. Ada 2 jenis alur di film Omnibus yang saya tahu, ada yang diceritakan terpisah antara satu film pendek dengan pendek lain seperti kita lihat di film Takut, kita vs korupsi, Paris, I love you. Ada pula yang alurnya dibuat paralel walau belum tentu punya waktu yang sama atau bahkan ceritanya tidak bersinggungan (dikenal dengan sebutan interwoven) seperti yang kita lihat di film love actually, LOVE dan juga film rectoverso ini. Saya sendiri sangat menikmati film omnibus Indonesia, mengingat cerita dan alur yang cukup beragam, dan karena film pendek, tentunya film disini tak punya waktu panjang untuk adegan khas Indonesia yang tak saya sukai seperti memperpanjang adegan melankolis, meratap,dan menangis.
   
Malaikat juga tahu
Bagian ini disutradarai oleh Marzella zalianty, dan skenarionya ditulis oleh Ve handojo. Berkisah tentang seorang seorang penyandang autis, yang biasa dipanggil Abang (Lukman sardi), bersama ibunya (Dewi irawan) mengelola rumah kost. Diam-diam Abang menaruh hati dengan seorang wanita penghuni kost tersebut Leia (Prisia nasution). Leia sendiri juga dikenal sebagai orang yang paling bisa “ngemong” si abang. Masalah timbul saat Leia justru jatuh cinta pada adik abang, Hans (Marcell domits).
Tak asing? Iya ini adalah cerita yang sama yang diambil dari sebuah video klip lagu berjudul sama. Bagian terbaik disini, saat Glenn fredly, sukses mendaur ulang lagu “malaikat juga tahu” menjadi versi cowok. Roh film pendek ini ada pada duet akting Lukman sardi – Prisia nasution, bisa dikatakan ini adalah pencapaian terbaik dalam karir mereka. Sayangnya walau sudah punya durasi pendek tapi film ini masih memperpanjang di bagian yang tidak saya sukai : meratap!, ya mungkin sebagai penahbisan keunggulan acting Lukman sardi (Nilai 3)
   
Senja (Asmirandah)
Firasat
Bagian ini disutradarai oleh Rachel maryam dan skenarionya ditulis oleh Indra herlambang. Berkisah tentang seorang gadis bernama Senja (Asmirandah) yang sepertinya punya masalah berat dan mimpi-mimpi yang menerornya. Si ibu (Widyowati) digambarkan selalu berusaha untuk menenangkan si anak, hingga akhirnya sebuah klub firasat mempertemukannya dengan Paca (Dwi sasono). Tetapi, lagi-lagi Senja mendapat firasat buruk saat Panca harus pulang ke padang.
Sebenarnya saya tidak cukup paham masalah Senja ada dimana, dan mengapa sampai sebuah firasat bisa mengganggu, bahkan apa sebenarnya yang mereka lakukan di klub, sampai dirasa bisa membantu Senja …. untungnya yang jadi Senja cantik #eh (Nilai : 1)
     
Curhat buat sahabat
Bagian ini disutradarai oleh Olga lydya dan skenarionya ditulis oleh Ilya Sigma dan Priesnanda dwisatria. Berkisah tentang sebuah malam perayaan titik balik, yang dihabiskan Amanda (Acha septriasa) untuk mencurahkan segala uneg-uneg kegagalan kisah cintanya, kepada sahabatnya Reggie (indra birowo). Di balik curhat itu tersirat ada cinta yang tak tersampaikan, yang tertutup egosime seorang wanita yang merasa (WTH) “didzalimi”.
Ini adalah bagian terkuat dalam omnibus ini, hadir sederhana film ini justru punya cerita tersirat yang lebih padat. Cukup mengejutkan, saat gaya annoying acting Acha septriasa justru  menjadi kekuatan karakter Amanda, sementara Indra birowo sukses menahan diri untuk tidak menjadi dirinya yang biasa (Nilai 4)
    
Cicak di dinding
Bagian ini disutradarai oleh Cathy saron dan skenarionya ditulis oleh Ve handojo. Bekisah tentang seorang pelukis muda yang digambarkan introvert dan pemalu bernama Taja (Yama carlos) yang terlibat one night stand dengan wanita misterius bernama Saras (Sophia latjuba). Hubungan mereka berlanjut dengan one night stand lainnya dan kemudian Saras menghilang. Taja tak tahu apapun tentang Saras, kecuali tato cicak di pinggangnya, hingga akhirnya Saras muncul, dan dikenalkan ke Taja sebagai tunangan sahabatnya (Tio pakusadewo).
Bagian ini serasa ingin tampil misterius, yang sebenarnya bisa dieksekusi dengan baik oleh masing-masing pemainnya. Rangkaian adegan film ini justru membuat saya bertanya untuk apa semua dibuat misterius toh akhirnya bisa terjawab dalam beberapa adegan ke depan. (Nilai:2)
   
Cerita tentang punggung
Hanya isyarat
Bagian ini disutradarai oleh Happy salma dan skenarionya ditulis oleh Key mangunsong. Bercerita tentang 5 orang backpacker (Amanda Soekasah, Hamish Daud, Fauzi Baadilla, Rangga Djoned dan Kims) yang awalnya hanya bertemu di millist, kali ini bertemu dalam sebuah pantai. Bagan ini di habiskan dengan dialog penuh “cekakak-cekikik” tak jelas, dan filsafat yang tak tahu apa esensinya. Hingga akhirnya sebuah cerita dari Al (Amanda soekasah) tentang punggung membuat cerita ini layak dinikmati. Btw kira-kira apa yang menyebabkan Al tak bisa mengutarakan cintanya ya? (Nilai:2,5)
   
   
Secara keseluruhan bisa dikatakan omnibus ini cukup layak untuk anda nikmati dengan gebetan anda di gedung bioskop, walau beberapa adegan membuat saya mengernyitkan dahi (tak mengerti mengapa mereka membuat beberapa adegan/dialog tersebut). Mungkin karena ini adalah film pertama yang saya saksikan setelah marathon film-film nominator oscar, kualitas film ini jadi terasa terbanting. 

Satu hal yang buat saya agak ragu novel Dee lestari di filmkan adalah banyaknya puisi-puisi filosofi yang sangat indah dalam bentuk tulisan tetapi akan sangat aneh jika diucapkan dalam bentuk dialog, dan ini terasa di di semua dialog dalam film ini (minus curhat buat sahabat). Ide memparalelkan cerita, cukup bagus untuk menyelamatkan beberapa scene yang saya anggap aneh dan membosankan, tetapi juga jadi boomerang, karena-masing-masing cerita memiliki puncak scene yang berbeda-beda pula.

Rata-rata : 2,5 dari nilai max 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar