Indonesia dibanjiri film-film
adaptasi buku, kali ini dalam bentuk film omnibus. Rectoverso, sebuah omnibus yang diambil dari kumpulan cerita pendek karya Dee lestari. Filmnya sendiri mengambil 5 dari 11 cerita pendek yang ada dibuku,
dengan mengambil tema; cinta yang tersampaikan.
Untuk yang belum tahu, omnibus
adalah film yang terdiri dari beberapa film pendek. Ada 2 jenis alur di film Omnibus yang saya tahu, ada yang
diceritakan terpisah antara satu film pendek dengan pendek lain seperti kita lihat di film
Takut, kita vs korupsi, Paris, I love you. Ada pula yang alurnya dibuat paralel
walau belum tentu punya waktu yang sama atau bahkan ceritanya tidak bersinggungan
(dikenal dengan sebutan interwoven) seperti yang kita lihat di film love actually, LOVE dan juga film
rectoverso ini. Saya sendiri sangat menikmati film omnibus Indonesia, mengingat
cerita dan alur yang cukup beragam, dan karena film pendek, tentunya film disini tak punya waktu panjang untuk
adegan khas Indonesia yang tak saya sukai seperti memperpanjang adegan
melankolis, meratap,dan menangis.
Malaikat juga tahu
Bagian ini disutradarai oleh
Marzella zalianty, dan skenarionya ditulis oleh Ve handojo. Berkisah tentang
seorang seorang penyandang autis, yang biasa dipanggil Abang (Lukman sardi),
bersama ibunya (Dewi irawan) mengelola rumah kost. Diam-diam Abang menaruh hati
dengan seorang wanita penghuni kost tersebut Leia (Prisia nasution). Leia
sendiri juga dikenal sebagai orang yang paling bisa “ngemong” si abang.
Masalah timbul saat Leia justru jatuh cinta pada adik abang, Hans (Marcell
domits).
Tak asing? Iya ini adalah cerita
yang sama yang diambil dari sebuah video klip lagu berjudul sama. Bagian
terbaik disini, saat Glenn fredly, sukses mendaur ulang lagu “malaikat juga
tahu” menjadi versi cowok. Roh film pendek ini ada pada duet akting Lukman
sardi – Prisia nasution, bisa dikatakan ini adalah pencapaian terbaik dalam
karir mereka. Sayangnya walau sudah punya durasi pendek tapi film ini masih
memperpanjang di bagian yang tidak saya sukai : meratap!, ya mungkin sebagai
penahbisan keunggulan acting Lukman sardi (Nilai 3)
Senja (Asmirandah) |
Firasat
Bagian ini disutradarai oleh
Rachel maryam dan skenarionya ditulis oleh Indra herlambang. Berkisah tentang
seorang gadis bernama Senja (Asmirandah) yang sepertinya punya masalah berat
dan mimpi-mimpi yang menerornya. Si ibu (Widyowati) digambarkan selalu berusaha
untuk menenangkan si anak, hingga akhirnya sebuah klub firasat mempertemukannya
dengan Paca (Dwi sasono). Tetapi, lagi-lagi Senja mendapat firasat buruk saat
Panca harus pulang ke padang.
Sebenarnya saya tidak cukup paham
masalah Senja ada dimana, dan mengapa sampai sebuah firasat bisa mengganggu, bahkan
apa sebenarnya yang mereka lakukan di klub, sampai dirasa bisa membantu
Senja …. untungnya yang jadi Senja cantik #eh (Nilai : 1)
Curhat buat sahabat
Bagian ini disutradarai oleh Olga
lydya dan skenarionya ditulis oleh Ilya Sigma dan Priesnanda dwisatria.
Berkisah tentang sebuah malam perayaan titik balik, yang dihabiskan Amanda (Acha
septriasa) untuk mencurahkan segala uneg-uneg kegagalan kisah cintanya, kepada
sahabatnya Reggie (indra birowo). Di balik curhat itu tersirat ada cinta yang
tak tersampaikan, yang tertutup egosime seorang wanita yang merasa (WTH) “didzalimi”.
Ini adalah bagian terkuat dalam
omnibus ini, hadir sederhana film ini justru punya cerita tersirat yang lebih
padat. Cukup mengejutkan, saat gaya annoying
acting Acha septriasa justru menjadi
kekuatan karakter Amanda, sementara Indra birowo sukses menahan diri untuk tidak
menjadi dirinya yang biasa (Nilai 4)
Cicak di dinding
Bagian ini disutradarai oleh
Cathy saron dan skenarionya ditulis oleh Ve handojo. Bekisah tentang seorang
pelukis muda yang digambarkan introvert dan pemalu bernama Taja (Yama carlos)
yang terlibat one night stand dengan
wanita misterius bernama Saras (Sophia latjuba). Hubungan mereka berlanjut
dengan one night stand lainnya dan
kemudian Saras menghilang. Taja tak tahu apapun tentang Saras, kecuali tato
cicak di pinggangnya, hingga akhirnya Saras muncul, dan dikenalkan ke Taja
sebagai tunangan sahabatnya (Tio pakusadewo).
Bagian ini serasa ingin tampil
misterius, yang sebenarnya bisa dieksekusi dengan baik oleh masing-masing
pemainnya. Rangkaian adegan film ini justru membuat saya bertanya untuk apa
semua dibuat misterius toh akhirnya bisa terjawab dalam beberapa adegan ke
depan. (Nilai:2)
Cerita tentang punggung |
Hanya isyarat
Bagian ini disutradarai oleh
Happy salma dan skenarionya ditulis oleh Key mangunsong. Bercerita tentang 5
orang backpacker (Amanda Soekasah, Hamish Daud, Fauzi Baadilla, Rangga Djoned
dan Kims) yang awalnya hanya bertemu di millist, kali ini bertemu dalam sebuah
pantai. Bagan ini di habiskan dengan dialog penuh “cekakak-cekikik” tak jelas,
dan filsafat yang tak tahu apa esensinya. Hingga akhirnya sebuah cerita dari Al (Amanda soekasah) tentang punggung membuat cerita ini layak dinikmati. Btw kira-kira apa yang menyebabkan Al tak
bisa mengutarakan cintanya ya? (Nilai:2,5)
Secara keseluruhan bisa dikatakan
omnibus ini cukup layak untuk anda nikmati dengan gebetan anda di gedung
bioskop, walau beberapa adegan membuat saya mengernyitkan dahi (tak mengerti
mengapa mereka membuat beberapa adegan/dialog tersebut). Mungkin karena ini
adalah film pertama yang saya saksikan setelah marathon film-film nominator
oscar, kualitas film ini jadi terasa terbanting.
Satu hal yang buat saya agak
ragu novel Dee lestari di filmkan adalah banyaknya puisi-puisi filosofi yang
sangat indah dalam bentuk tulisan tetapi akan sangat aneh jika diucapkan dalam
bentuk dialog, dan ini terasa di di semua dialog dalam film ini (minus curhat
buat sahabat). Ide memparalelkan cerita, cukup bagus untuk menyelamatkan
beberapa scene yang saya anggap aneh
dan membosankan, tetapi juga jadi boomerang, karena-masing-masing cerita
memiliki puncak scene yang berbeda-beda pula.
Rata-rata : 2,5
dari nilai max 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar