Tampilkan postingan dengan label omnibus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label omnibus. Tampilkan semua postingan

Rabu, 02 Juli 2014

Selamat Pagi Malam; Mentertawakan Kehidupan Jakartans

Kita sudah menikmati sekilas seksinya malam Kota Jakarta melalui film Jakarta undercover. Kita juga pernah menikmati keheningan malam jalanan Kota Jakarta yang eksotik melalui film Lovely Man.  Kali ini kehidupan malam Kota Jakarta kembali dihadirkan  melalui film yang ditulis, disutradarai, dan diedit oleh Lucky Kuswandi berjudul Selamat Pagi Malam. Lucky menceritakan keunikan kehidupan malam Jakarta dari perjalanan 3 wanita, yaitu : Gia (Adini wirasti), Indri (Ina pangabean) dan Ci surya (Dayu wijanto), yang dihadirkan secara paralel walau tidak berhubungan secara langsung. 
  
Gia dan Naomi
Gia, wanita independen berusia 32 tahun. Dia memutuskan meninggalkan New York untuk kembali ke Jakarta. Di awal kepindahannya, Gia mengalami shock culture saat berhadapan dengan keluarganya, dengan pertanyaan umum “Kapan kawin?”, nyinyiran gaya hidup single Gia, dan banyak lainnya walau sebenarnya si komentator tidak benar-benar peduli dengan orang yang dikomentarinya. 
  
Sebenarnya alasan utama Gia pulang demi agar bisa bertemu dengan seseorang yang dicintainya, Naomi (Marissa anita). Sayangnya Gia menemukan Naomi yang berbeda dari yang ia kenal di New York. Naomi sekarang adalah Naomi penduduk Jakarta yang merasa perlu punya telepon genggam lebih dari satu, yang merasa harus bergaul dengan orang-orang narsis yang sibuk dengan gadgednya walau duduk bertatap muka, yang memilih untuk menggunakan mobil pribadi dari pada berjalan di trotoar untuk melewati malam (karena memang Jakarta tidak memilikinya). Hingga Gia pun mengajak Naomi untuk menikmati malam Jakarta layaknya kota New York dengan menyusuri gang-gang kecil dengan berjalan kaki dan mencoba menggali memori mereka bedua.
  
Indri
Indri, adalah seorang petugas fitness center yang terpukau akan glamournya kehidupan warga kelas menengah Jakarta. Indri adalah gambaran dari jutaan orang Jakarta yang rela melakukan apapun demi agar bisa memiliki gaya hidup yang mengikuti trend. Indri berencana untuk menghabiskan malam ulang tahunnya seperti layaknya warga kelas menengah Jakarta. Dia mencuri sepatu, membeli tas belanja (walau kosong), makan di tempat mewah, dan menutupnya dengan berkencan dengan pria berbadan sempurna yang baru dia kenal dari chat online. 

Sayangnya indri tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Di saat terakhir malam ulang tahunnya berakhir, Jalanan Jakarta membuatnya menemui pria yang bisa membuatnya untuk menjadi diri sendiri.
  
Ci Surya, adalah seorang wanita pengusaha, Dia merasa kesepian saat sang suami meninggal dunia. Kesepian Ci Surya berubah menjadi kegalauan saat dia menemukan nama wanita, dengan nomor telepon di salah satu baju mendiang suaminya. Ci Surya memutuskan untuk mencari tahu siapa Sofia (Dira Sugandi), nama wanita yang tertulis di dalam baju suaminya. Hasil pencariannya membuatnya harus mencicipi kehidupan klab malam kelas bawah. Tak hanya bisa bertemu Sofia, Ci Surya mengetahui bahwa suami Sofia adalah seorang gigolo. Hal ini membuat Ci Surya mendapat ide untuk melakukan balas dendam atas yang pernah mendiang suaminya lakukan.
  
Lalu kisah perjalanan Gia, Indri, dan Ci Surya malam itu berakhir di sebuah hotel kelas melati bernama lone star. Sebuah hotel yang dikamarnya dilengkapi kitab suci tetapi disewakan short time untuk para tamu untuk melepaskan nafsu birahinya. Di hotel itu ketiga wanita itu melepaskan cinta, hasrat, dan dendam yang menyelimuti mereka.
  
Lucky kuswandi menghadirkan realita keseharian orang Jakarta dan menamparnya dengan indah. Simak saat Tante Gia (Mak gondut) menceramai Gia dengan berbagai nasehat lalu beberapa menit kemudian, dia tenggelam dengan gadgednya. Simak pula bagaimana rekan Indri rela menjadi gigolo demi bisa memiliki gaya hidup orang kelas menengah, atau bagaimana teman keAgamaan Ci Surya yang membawa Agama laksana sebuah ritual belaka, atau bagaimana sebuah Negara religius bisa menjadi Negara dengan korupsi tertinggi. Semua kritik hadir indah, tajam, nakal dan manis yang membuat kita yang terkena kritik tersenyum hingga tergelak. Yang unik, kritik-kritik ini hadir dari seseorang yang seharusnya mendapat cap pendosa menurut masyarakat kita sehingga membuat kritik hadir tanpa ada kesan menghakimi.
   
Film selamat pagi malam hadir dengan gambar-gambar wajah Jakarta yang romantis, syahdu. Ending film ini makin menguatkan karakternya melalui suara powerful Dira Sugandi yang menyanyikan lagu pergi untuk kembali

Nilai 3/5

Minggu, 03 Maret 2013

Rectoverso; kisah-kisah cinta yang tak tersampaikan

Indonesia dibanjiri film-film adaptasi buku, kali ini dalam bentuk film omnibus. Rectoverso, sebuah omnibus  yang diambil dari kumpulan cerita pendek karya Dee lestari. Filmnya sendiri mengambil 5 dari 11 cerita pendek yang ada dibuku, dengan mengambil tema; cinta yang tersampaikan. 

Untuk yang belum tahu, omnibus adalah film yang terdiri dari beberapa film pendek. Ada 2 jenis alur di film Omnibus yang saya tahu, ada yang diceritakan terpisah antara satu film pendek dengan pendek lain seperti kita lihat di film Takut, kita vs korupsi, Paris, I love you. Ada pula yang alurnya dibuat paralel walau belum tentu punya waktu yang sama atau bahkan ceritanya tidak bersinggungan (dikenal dengan sebutan interwoven) seperti yang kita lihat di film love actually, LOVE dan juga film rectoverso ini. Saya sendiri sangat menikmati film omnibus Indonesia, mengingat cerita dan alur yang cukup beragam, dan karena film pendek, tentunya film disini tak punya waktu panjang untuk adegan khas Indonesia yang tak saya sukai seperti memperpanjang adegan melankolis, meratap,dan menangis.
   
Malaikat juga tahu
Bagian ini disutradarai oleh Marzella zalianty, dan skenarionya ditulis oleh Ve handojo. Berkisah tentang seorang seorang penyandang autis, yang biasa dipanggil Abang (Lukman sardi), bersama ibunya (Dewi irawan) mengelola rumah kost. Diam-diam Abang menaruh hati dengan seorang wanita penghuni kost tersebut Leia (Prisia nasution). Leia sendiri juga dikenal sebagai orang yang paling bisa “ngemong” si abang. Masalah timbul saat Leia justru jatuh cinta pada adik abang, Hans (Marcell domits).
Tak asing? Iya ini adalah cerita yang sama yang diambil dari sebuah video klip lagu berjudul sama. Bagian terbaik disini, saat Glenn fredly, sukses mendaur ulang lagu “malaikat juga tahu” menjadi versi cowok. Roh film pendek ini ada pada duet akting Lukman sardi – Prisia nasution, bisa dikatakan ini adalah pencapaian terbaik dalam karir mereka. Sayangnya walau sudah punya durasi pendek tapi film ini masih memperpanjang di bagian yang tidak saya sukai : meratap!, ya mungkin sebagai penahbisan keunggulan acting Lukman sardi (Nilai 3)
   
Senja (Asmirandah)
Firasat
Bagian ini disutradarai oleh Rachel maryam dan skenarionya ditulis oleh Indra herlambang. Berkisah tentang seorang gadis bernama Senja (Asmirandah) yang sepertinya punya masalah berat dan mimpi-mimpi yang menerornya. Si ibu (Widyowati) digambarkan selalu berusaha untuk menenangkan si anak, hingga akhirnya sebuah klub firasat mempertemukannya dengan Paca (Dwi sasono). Tetapi, lagi-lagi Senja mendapat firasat buruk saat Panca harus pulang ke padang.
Sebenarnya saya tidak cukup paham masalah Senja ada dimana, dan mengapa sampai sebuah firasat bisa mengganggu, bahkan apa sebenarnya yang mereka lakukan di klub, sampai dirasa bisa membantu Senja …. untungnya yang jadi Senja cantik #eh (Nilai : 1)
     
Curhat buat sahabat
Bagian ini disutradarai oleh Olga lydya dan skenarionya ditulis oleh Ilya Sigma dan Priesnanda dwisatria. Berkisah tentang sebuah malam perayaan titik balik, yang dihabiskan Amanda (Acha septriasa) untuk mencurahkan segala uneg-uneg kegagalan kisah cintanya, kepada sahabatnya Reggie (indra birowo). Di balik curhat itu tersirat ada cinta yang tak tersampaikan, yang tertutup egosime seorang wanita yang merasa (WTH) “didzalimi”.
Ini adalah bagian terkuat dalam omnibus ini, hadir sederhana film ini justru punya cerita tersirat yang lebih padat. Cukup mengejutkan, saat gaya annoying acting Acha septriasa justru  menjadi kekuatan karakter Amanda, sementara Indra birowo sukses menahan diri untuk tidak menjadi dirinya yang biasa (Nilai 4)
    
Cicak di dinding
Bagian ini disutradarai oleh Cathy saron dan skenarionya ditulis oleh Ve handojo. Bekisah tentang seorang pelukis muda yang digambarkan introvert dan pemalu bernama Taja (Yama carlos) yang terlibat one night stand dengan wanita misterius bernama Saras (Sophia latjuba). Hubungan mereka berlanjut dengan one night stand lainnya dan kemudian Saras menghilang. Taja tak tahu apapun tentang Saras, kecuali tato cicak di pinggangnya, hingga akhirnya Saras muncul, dan dikenalkan ke Taja sebagai tunangan sahabatnya (Tio pakusadewo).
Bagian ini serasa ingin tampil misterius, yang sebenarnya bisa dieksekusi dengan baik oleh masing-masing pemainnya. Rangkaian adegan film ini justru membuat saya bertanya untuk apa semua dibuat misterius toh akhirnya bisa terjawab dalam beberapa adegan ke depan. (Nilai:2)
   
Cerita tentang punggung
Hanya isyarat
Bagian ini disutradarai oleh Happy salma dan skenarionya ditulis oleh Key mangunsong. Bercerita tentang 5 orang backpacker (Amanda Soekasah, Hamish Daud, Fauzi Baadilla, Rangga Djoned dan Kims) yang awalnya hanya bertemu di millist, kali ini bertemu dalam sebuah pantai. Bagan ini di habiskan dengan dialog penuh “cekakak-cekikik” tak jelas, dan filsafat yang tak tahu apa esensinya. Hingga akhirnya sebuah cerita dari Al (Amanda soekasah) tentang punggung membuat cerita ini layak dinikmati. Btw kira-kira apa yang menyebabkan Al tak bisa mengutarakan cintanya ya? (Nilai:2,5)
   
   
Secara keseluruhan bisa dikatakan omnibus ini cukup layak untuk anda nikmati dengan gebetan anda di gedung bioskop, walau beberapa adegan membuat saya mengernyitkan dahi (tak mengerti mengapa mereka membuat beberapa adegan/dialog tersebut). Mungkin karena ini adalah film pertama yang saya saksikan setelah marathon film-film nominator oscar, kualitas film ini jadi terasa terbanting. 

Satu hal yang buat saya agak ragu novel Dee lestari di filmkan adalah banyaknya puisi-puisi filosofi yang sangat indah dalam bentuk tulisan tetapi akan sangat aneh jika diucapkan dalam bentuk dialog, dan ini terasa di di semua dialog dalam film ini (minus curhat buat sahabat). Ide memparalelkan cerita, cukup bagus untuk menyelamatkan beberapa scene yang saya anggap aneh dan membosankan, tetapi juga jadi boomerang, karena-masing-masing cerita memiliki puncak scene yang berbeda-beda pula.

Rata-rata : 2,5 dari nilai max 5

Rabu, 05 Desember 2012

Sepotong Kisah Dari Rumitnya Dunia Korupsi Indonesia (Review film Kita vs Korupsi)


Konon jika ingin merebus katak, janganlah memasukkan katak langsung ke air panas, karena dia akan bisa langsung melompat keluar. Cara yang paling jitu adalah memasukkan katak pada air dingin, kemudian pelan-pelan kita panaskan airnya. Dengan cara ini, si katak akan tetap dalam air dan baru akan tersadar saat dia sudah terebus mendidih.

Ini bukan tips membuat swike, saya ingin mengilustrasikan budaya korupsi di Indonesia. Bahwa tanpa tersadar kita dibiasakan memaklumi korupsi-korupsi kecil baik yang kita lakukan sendiri maupun yang dilakukan orang-orang disekitar. Pemakluman-pemakluman korupsi-korupsi kecil ini membuat kita terbuai, hingga saat tersadar negara kita sudah habis digerogoti oleh koruptor.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin memberikan ilustrasi kecil ini dalam 4 film pendek yang tergabung dalam omnibus berjudul kita vs korupsi. Di film ini mereka ingin menunjukkan bahwa korupsi sangat dekat sekali dengan keseharian kita, bahwa sebuah korupsi kecil bisa membawa kita kedalam lingkaran setan, dan bahwa mulai dari diri kita lah korupsi di negeri ini bisa dihentikan. 
  1. Film pertama omibus ini berjudul Rumah Perkara, diarahkan oleh Emil heradi, Film ini berkisah tentang Yatna (Teuku Rifnu wikana) seorang lurah dari sebuah desa di kaki sebuah gunung. Alih-alih melancarkan pupuk, bibit, & melindungi sawah petani di desa yang dia pimpin, Yatna justru melancarkan usaha seorang konglomerat untuk menguasai area pertanian. Dia melakukan hal ini karena berhutang budi pada sang konglomerat yang menjadi penyokong dana kampanyenya.Yatna digambarkan sebagai seorang yang tak bisa memegang komitmennya. Dia gagal memegang amanah sebagai pemimpin, gagal memenuhi janji kampanyenya, gagal memegang komitmennya sebagai suami dengan berselingkuh, bahkan gagal pula memegang janjinya kepada seorang wanita yang ia selingkuhi. Scene akhir film ini tampil menggetarkan dengan menampilkan janji-janji kampanye Yatna, yang dipertegas ucapan "Demi Allah saya bersumpah!", tapi……… kekuatan uang dari penyokong dana kampanyenya, menyanderanya dan justru berakibat maut untuk 2 orang yang dicintainya.
Aku padamu
  1. Film kedua  bergenre komedi romantis berjudul Aku padamu dan diarahkan oleh Lsja Susatyo. Film ini menampilkan  2 cerita yang dimainkan secara flash back. Diceritakan tentang Vano (Nichoulas saputra) – Laras (Revalina S temat) yang akan kawin lari. Mereka lalu terganjal birokrasi di KUA. Seorang pegawai KUA berupaya membujuk mereka menggunakan “cara orang dalam” untuk memuluskan proses menikah. Laras menolak cara Vano yang akan menggunakan jalan singkat, dia memegang komitmen yang diajarkan oleh guru SDnya untuk tidak menyerah pada korupsi sesulit apapun birokrasi yang ia hadapi. Di masa lalu, diceritakan Markun (Ringo agus rahma) seorang guru honorer yang memiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaanya sebagai pendidik. Dia merelakan kehilangan posisinya, hanya karena menolak menyogok untuk melancarkan proses birokrasi pengangkatannya. Berhenti menjadi guru formal dia tetap mengajar anak-anak didiknya dengan caranya sendiri hingga akhir hayatnya.
  2. Ine febriyanti mengarahkan film ketiga berjudul Selamat siang Rissa!. Scene awal menceritakan seorang pegawai pemerintah tengah ditodong oleh permohanan bantuan seseorang dengan sebuah amplop tebal di atas meja. Scene berikutnya membawa kita kembali ke masa lalu, Menceritakan seorang pegawai penjaga gudang Negara bernama Arwoko (Tora sudiro). Di saat sulit, harga sembako naik tak terkendali, & pekerjaan sepi, seorang tengkulak ingin memanfaatkan gudang yang Arwoko jaga untuk menimbun sembako. Di saat yang sama sang anak sedang sakit keras,  sedangkan dia dan istrinya Niken (Dominique) tidak memiliki uang, Keputusan Arwoko di masa itu ternyata sangat berdampak ke masa depan, anaknya tumbuh menjadi seorang yang berani untuk mengatakan tidak pada korupsi.
  3. Bagian terakahir berjudul Pssst… besutan Chairun nissa. Menceritakan kehidupan remaja SMA, Gitta (Alexander Natasha), dengan kamera barunya dia mendokumentasikan kehidupan teman-teman sekolahnya. Gitta menangkap kisah unik diantara teman-temannya, yang sudah terbiasa memark up harga buku saat meminta uang ke ibu mereka. Ternyata, teman-teman Gitta ini belajar dari ibu mereka masing-masing, yang juga memark up harga buku  saat meminta uang dari ayah mereka. Lingkaran korupsi tak berhenti, duit Ayah mereka berasal dari mark up proyek. 

Rumah perkara
Walau film omnibus ini tidak dirilis secara luas melalui layar lebar, film ini jauh dari kualitas film kelas B. Saya sangat setuju dengan pemberian label salah film omnibus terbaik Indonesia kepada film ini. #Eh tapi film pendek Indonesia bagus-bagus dari pada film panjangnya. Mungkin karena dibatasi durasi, film-film pendek ini tak punya kesempatan mengulang kesalahan film layar labarnya, yaitu tampil bertele-tele.

Film-film ini walau dibesut 4 orang berbeda tetap memiliki kualitas setara dari segi penceritaan, maupun akting. Film-film ini hadir dengan gambar-gambar dan jalan cerita yang sangat efektif menjauhkan dari membosankan (lagi-lagi karena mungkin terbatasi durasi). Film ini juga tak terjebak dalam dialog penghakiman tetapi lebih menunjukkan akibatnya. Simak bagaimana tak berharganya Yatno si penjanji besar saat dia tersandera dana haram, bandingkan dengan kekuatan mendidik seorang guru dari tindakan kecil menolak dana haram. Simak pula kebanggaan palsu dari cara-cara instant para orang tua mencari rejeki di episode Pssst, dibandingkan dengan saat Arwoko hanya memilih rejeki yang halal untuk sang anak.

Bagian terlemah dari film ini ada pada kecenderungan menyederhanakan masalah, semua karakter juga ditampilkan hitam putih. Hal ini membuat film serasa “lempeng” tanpa "twist” konflik, membuat segalanya serasa idealis. Untuk ini, saya  tidak menyalahkan film makernya, karena film ini memang dibuat agar bisa dicerna oleh semua golongan. Film kita vs korupsi sudah cukup berhasil membuat saya tersadar telah berada dalam lingkaran korupsi, walau saya sering  berteriak  mencemooh koruptor. Iya, ternyata saya adalah katak dalam rebusan air yang nyaris mendidih.

Nilai : 3,5 dari nilai max 5.