Saya mengenal Dee lestari sebagai
penulis novel dengan cerita yang tak biasa dipahami orang awam, sebut saja
trilogy Supernova. Ketika salah satu novelnya yang berjudul perahu kertas akan diangkat
ke layar lebar, saya menjadi pesimis hasil akhirnya. Saya membayangkan betapa
anehnya melihat para aktor-aktrisnya mengucapkan dialog dalam novelnya yang tak
lazim menggunakan kalimat sehari-hari, penuh mimpi dan…., tetapi saya salah
besar :
Kugy (Maudy ayunda) tumbuh dalam
fantasi sebuah buku pemberian kakaknya karel
(Ben Kasyafani). Sebuah buku yang menurut kakaknya merupakan temuan dari
sebuah kotak harta karun milik Neptunus dewa laut. Sebagai agen Neptunus, dia
mempercayai punya radar yang bisa mencari apa yang ia inginkan. Kugy memiliki
kebiasaan untuk menuliskan semua curahan hatinya dalam sebuah kertas yang
kemudian dibentuk sebuah perahu dan dilepaskan dalam sungai berharap muara sungai
itu menuju laut dan Neptunus bisa membacanya. Hidup dalam fantasinya membuat
Kugy terlihat berbeda dengan teman-teman sebayanya.
Radar Neptunus |
Hingga saat kuliah Kugy pindah dari
Jakarta ke bandung, bersama sahabatnya Noni (Sylvia fully R) & Eko (Fauzan smith). Di sana dia bertemu sepupu
eko bernama Keenan (Adipati Dolken). Kugy & Keenan ini terlihat sebagai
pasangan sempurna, kugy suka menulis dongeng, sedangkan Keenan
memvisualisasikan apa yang kugy tulis dalam gambar-gambar kartun. Kugy merasa nyaman
dengan Keenan orang yang membuatnya merasa tak takut untuk memiliki mimpi,
hingga Kugy menasbihkan Keenan sebagai
agen Neptunus. Hubungan Kugy-keenan ini tak bertahan lama, karena mereka
tersadar tak bisa bersama, Kugy sudah memiliki pacar & Keenan memulai hubungannya dengan
seorang pekerja gallery, Wanda (Kimberly rider).
Seiring bertambahnya waktu perasaan
Kugy terhadap Keenan membuatnya sulit berbaur dengan sahabat-sahabatnya di geng
pura-pura ninja dan menghabiskan waktunya mengajar di sebuah sekolah alam. Alhasil
hubungannya dengan sahabatnya kian retak. Perpisahan terjadi saat Keenan yang sudah
terlanjur memilih berhenti kuliah untuk melukis menghadapi kenyataan, bahwa “sukses”
yang ia dapat hanya akal-akalan Wanda.
Keenan yang kehilangan
kepercayaannya terhadap mimpi, membuat kugy marah besar dan meninggalkannya.
Keenan berusaha bangkit menemukan mimpinya lagi, pergi ke bali dan tinggal di
sebuah sanggar lukisan milik Pak wayan (Tio Pakusadewo). Disana dia bertemu
dengan Luhde (Eliyzia Mulachela) yang membibimbingnya menemukan “lukisannya”.
Tambatan hati Kugy juga beralih, dari
pacara masa SMAnya kepada bos barunya di sebuah perusahaan advertising (Reza
rahardian). Di saat itu, dia kembai dipertemukan oleh Keenan.
Film perahu kertas memang diluar
ekspetasi saya, film ini tidak kehilangan bahasa sastranya, tidak meninggalkan
dunia fantasinya, tetapi tampak realistis seperti layaknya kita menjalani kehidupan
kita sehari – hari. Cukup beruntung Kugy & Keenan punya Noni dan eko yang
bisa jadi jembatan dunia mimpi mereka dengan realitas sehari-hari, walau kadang-kadang
di beberapa scene 2 karakter ini cukup mengganggu.
Film Perahu kertas mengalir
ringan seperti layaknya novelnya, cukup menggangu untuk penonton awam yang
berkeyakinan bahwa film harus punya intensitas tinggi. Walau pembaca novelnya
merasa alurnya mengalir terlalu cepat, tapi bagi saya yang bukan pembaca novel,
alur film sudah berjalan pada kecepatan normal. Sang sutradara, Hanung
Bramantyo cukup sukses membuat saya memahami dunia miliki Kugy & Keenan,
dan bagi anda seorang pemimpi anda akan dibuat jatuh cinta pada 2 karakter ini.
Kugy & Keenan telah berhasil
menjadi “roh” di awal bagian pertama film. Sayangnya bintang senior hanya
tampak jadi tempelan ataukah punya ruang lebih di bagian kedua yang dijanjikan
punya twist yang sedikit berbeda dengan
buku?. Ah namanya juga film membandingkan dengan buku akan membuat kita stress
sendiri (ini kata penulisnya loh). Duduk dan nikmati dunia para orang yang
menjalani hidupnya dengan sebuah mimpi….. dan terus terang saya masuk dalam
salah satunya.
Nilai
3 dari nilai max 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar