Minggu, 05 April 2015

-Tanpa Judul- (Review Film Melancholy Is A Movement)

Saat dialog absurd antara sang aktor dengan sang sutradara selesai, disusul munculnya nama sang sutradara diikuti para pendukung film muncul di layar, saya masih berharap akan ada 1 adegan lagi yang akan menghubungkan semua cerita di dalam film melancholy is a movement. Harapan saya pudar seiring dengan lampu bioskop mulai dinyalakan. Hal ini membuat saya berjalan keluar bioskop dengan pikiran berkecamuk. Otak saya tak mau berhenti bekerja menyusun berbagai kemungkinan kepingan puzzle  untuk  menemukan sesuatu yang hendak disampaikan dalam film ini. Rangkaian kejadian-kejadian di film ini terlalu indah untuk dibiarkan tercerai berai tanpa alunan cerita yang menghubungkan semuanya. Sebuah cerita untuk menjawab kegalauan si tokoh utama. 

Melancholy is a movement adalah sebuah film yang bercerita tentang seorang sutradara idealis bernama Joko (Joko anwar yang memerankan dirinya sendiri). Dia tampak berduka, murung, berdiam diri karena seakan kehilang sesuatu (atau seseorang). Kedatangan seorang sahabat yang juga seorang aktor Bayu, (Ariyo bayu yang juga memerankan dirinya sendiri) membawa kita ke sebuah misteri dimana tampak Bayu dan Joko tampak mengubur sesuatu (atau seorang). Rangkaian kejadian yang tampak misterius ini rupanya menjadi alasan sang sutradara meletakkan idealismenya untuk membuat film dengan genrenya yang tidak disukainya. 

Melancholy is a movement hadir dengan adegan adegan yang didominasi keheningan yang menggambarkan kemurungan nan misterius dari sang tokoh utama yang selalu hadir datar dan dingin. Hal ini menjadi kekuatan sekaligus titik lemah film, bagaimana film ini harus membuat sang penonton tetap bertahan untuk terus merasakan perasaan murung tanpa diberi penjelasan mengapa perasaan murung itu harus ada, lalu menjadi titik balik kehidupan sang tokoh utama. Film menjadi terasa sangat berat saat film yang berjalan tak linear menghadirkan adegan-adegan nan absurd, bahkan saya tak sanggup memberi judul untuk review film ini, karena tak berhasil menemukan benang merah dalam film ini.

Kekuatan dan sekaligus kelemahan film ini juga terjadi saat film ini mendapuk Joko anwar sebagai sang tokoh utama. Joko anwar memang tak menghadirkan penampilan spesial, tetapi tak ada karakter yang sempurna untuk mengisi sang tokoh utama selain karakter Joko anwar di dunia nyata. Pujian untuk sang sutradara Richard oh, yang mampu menghadirkan keunikan-keunikan dari keterbatasan sang tokoh utama. 

Bagaimana film ini meracik kelemahan sekaligus kekuatan, membuat film ini hadir bukan untuk semua orang. Dia menjadi semacam eksperimental movie walau mungkin saja sang film maker ingin menghadirkan film yang tidak harus melulu seperti apa yang kita lihat. Si pembuat film sendiri tampaknya tahu bahwa filmnya bukan untuk semua jenis penonton. Oleh sebab itu dihadirkan trailer yang seakan memberikan resume cerita untuk penonton awam, serta menghadirkan dunia para filmmaker sebagai background untuk menarik penonton yang disasar film ini yaitu para movie freak. Para movie freak seperti saya yang haus akan film-film yang berbeda dan bersyukur masih ada ruang untuk film seperti ini di layar bioskop Indonesia.

Masih menebak arti adegan ini
Kembali ke cerita film, 2 hari setelah menyaksikan film ini di bioskop, otak saya masih terus menyusun puzzle untuk menginterpretasikan cerita film ini. Fokus saya terpusat pada beberapa adegan, antara lain : adegan obrolan telepon antara sang sutradara Upi yang meminta nasehat soal FTV yang dibuatnya, adegan obrolan Joko dengan seorang pemain Biola, dan adegan saat Joko anwar mengisi sebuah kelas film maker, dan ditutup dengan obrolan sang sutradara bahwa alur tak harus dituntaskan. Adegan - adegan ini membawa saya ke kesimpulan "Melancholy is a movement" adalah film yang sangat lucu.

Film komedi yang mungkin saja mentertawakan orang-orang yang mencoba menginterpretasikannya.

Atau ada yang punya interpretasi lain?

Score : 2.5/5

1 komentar: